Syahdan, di suatu masa hidup seorang pria yang punya sifat kikir (pelit). Ia memiliki sebuah rumah yang cukup besar. Di dalam rumah itu beliau tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anaknya yang masih kecil-kecil.
Laki-laki ini merasa rumahnya sudah sangat sempit dengan keberadaannya dan keluarganya, namun untuk memperluas rumahnya, sang lelaki ini merasa sayang untuk mengeluarkan uang.
Ia kemudian memutar otaknya, bagaimana caranya semoga ia dapat memperluas rumahnya tanpa mengeluarkan banyak uang. Akhirnya, ia mendatangi Abunawas, seorang yang populer arif di kampungnya. Pergilah ia menuju rumah Abunawas.
Si lelaki : “Salam hai Abunawas, semoga engkau selamat sejahtera.”
Abunawas : “Salam juga untukmu hai orang asing, ada apa gerangan kau mendatangi kediamanku yang reot ini ?”
Si lelaki kemudian menceritakan duduk kasus yang ia hadapi. Abunawas mendengarkannya dengan seksama. Setelah si lelaki simpulan bercerita, Abunawas tampak tepekur sesaat, tersenyum, kemudian ia berkata :
“Hai Fulan, jikalau kau menghendaki kediaman yang lebih luas, belilah sepasang ayam, jantan dan betina, kemudian buatkan sangkar di dalam rumahmu. Tiga hari lagi kau lapor padaku, bagaimana keadaan rumahmu.”
Si lelaki ini menjadi bingung, apa hubungannya ayam dengan luas rumah, tapi ia tak membantah. Sepulang dari rumah Abunawas, ia membeli sepasang ayam, kemudian mengembangkan sangkar untuk ayamnya di dalam rumah. Tiga hari kemudian, ia kembali ke kediaman Abunawas, dengan wajah berkerut.
Abunawas : “Bagaimana Fulan, sudah bertambah luaskah kediamanmu?”
Si lelaki : “Boro boro ya Abu. Apa kau yakin idemu ini tidak salah? rumahku tambah kacau dengan adanya kedua ekor ayam itu. Mereka menciptakan keributan dan kotorannya berbau tak sedap.”
Abu nawas : “( sambil tersenyum ) Kalau begitu tambahkan sepasang belibis dan buatkan sangkar di dalam rumahmu, kemudian kembalilah kemari tiga hari lagi.”
Si lelaki terperanjat. Kemarin ayam, kini bebek, memangnya rumahnya peternakan, apa?, atau si arif Abunawas ini sedang kumat jahilnya?
Namun menyerupai ketika pertama kali, ia tak berani membantah, alasannya ingat reputasi Abunawas yang selalu berhasil memecahkan aneka macam masalah. Pergilah ia ke pasar, dibelinya sepasang bebek, kemudian dibuatkannya sangkar di dalam rumahnya. Setelah tiga hari ia kembali menemui Abunawas.
Abunawas : “Bagaimana Fulan, kediamanmu sudah mulai terasa luas atau belum ?”
Si lelaki : “Aduh Abu, ampun, jangan kau mengerjai aku. Saat ini yakni ketika paling parah selama saya tinggal di rumah itu. Rumahku kini sangat menyerupai pasar unggas, sempit, padat, dan baunya bukan main.”
Abunawas : “Waah, manis kalau begitu. Tambahkan seekor kambing lagi. Buatkan ia sangkar di dalam rumahmu juga, kemudian kembali kesini tiga hari lagi.”
Si lelaki : “Apa kau sudah gila, Abu? Kemarin ayam, belibis dan kini kambing. Apa tidak ada cara lain yang lebih normal?”
Abunawas : “Lakukan saja, jangan membantah.”
Lelaki itu tertunduk lesu, bagaimanapun juga yang memberi wangsit yakni Abunawas, sicerdik pintar yang tersohor, maka dengan pasrah pergilah ia ke pasar dan membeli seekor kambing, kemudian ia mengembangkan sangkar di dalam rumahnya. Tiga hari kemudian beliau kembali menemui Abunawas.
Abunawas : “Bagaimana Fulan ? Sudah membesarkah kediamanmu ?”
Si lelaki : “Rumahku kini benar-benar sudah jadi neraka. Istriku mengomel sepanjang hari, belum dewasa menangis, semua hewan-hewn berkotek dan mengembik, bau, panas, sumpek, betul-betul parah. Ya Abu, tolong aku, Abu, jangan suruh saya beli sapi dan mengandangkannya di rumahku, saya tak mampu ya Abu.”
Abunawas : “Baiklah, kalau begitu, pulanglah kamu, kemudian juallah kambingmu kepasar, besok kau kembali untuk menceritakan keadaan rumahmu.”
Si lelaki pulang sambil bertanya-tanya dalam hatinya, kemarin disuruh beli, kini disuruh jual, apa maunya si Abunawas. Namun, ia tetap menjual kambingnya ke pasar. Keesokan harinya ia kembali ke rumah Abunawas.
Abu nawas : “Bagaimana kondisi rumahmu hari ini ?”
Si lelaki :”Yah, tidak mengecewakan lah Abu, paling tidak anyir dari kambing dan bunyi embikannya yang berisik sudah tak kudengar lagi.”
Abu nawas : “Kalau begitu juallah bebek-bebekmu hari ini, besok kau kembali kemari”
Si lelaki pulang ke rumahnya dan menjual bebek-bebeknya ke pasar. Esok harinya ia kembali ke rumah Abunawas.
Abunawas : “Jadi, bagaimana kondisi rumahmu hari ini?”
Si lelaki : “Syukurlah Abu, dengan perginya bebek-bebek itu, rumahku jadi jauh lebih damai dan tidak terlalu sumpek dan anyir lagi. Anak-anakku juga sudah mulai berhenti menangis.”
Abunawas. “Bagus. Kini juallah ayam-ayammu ke pasar dan kembali besok ”
Si lelaki pulang dan menjual ayam-ayamnya ke pasar. Keesokan harinya ia kembali dengan wajah yang berseri-seri ke rumah Abunawas.
Abunawas : “Kulihat wajahmu cerah hai Fulan, bagaimana kondisi rumahmu ketika ini?”
Si lelaki :”Alhamdulillah ya Abu, kini rasanya rumahku sangat lega alasannya ayam dan kandangnya sudah tidak ada. Kini istriku sudah tidak marah-marah lagi, anak-anakku juga sudah tidak rewel.”
Abunawas : “(sambil tersenyum) nah nah, kau lihat kan, kini rumahmu sudah menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan apapun atau memperluas tanah banguanmu. Sesungguhnya rumahmu itu cukup luas, hanya hatimu sempit, sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu.
Mulai kini kau harus lebih banyak bersyukur, alasannya masih banyak orang yang rumahnya lebih sempit darimu. Sekarang pulanglah kamu, dan atur rumah tanggamu, dan banyak-banyaklah bersyukur atas apa yang dirizkikan Tuhan padamu, dan jangan banyak mengeluh.”
Si lelaki pun terdiam sadar atas segala kekeliruannya, ia terpana akan kecendikiaan sang tokoh dan mengucapkan terima kasih pada Abunawas.
=====================
Demikianlah semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin ya Robbal 'Alamin....
Kisah Teladan
Belum ada Komentar untuk "Rumah Dan Hati Yang Sempit"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker